Sering
masyarakat bertanya kepada kami mengenai boleh tidaknya produk makanan/minuman
ditambah dengan pengawet, pewarna, pemanis yang tak lain tambahan tersebut
merupakan Bahan Tambahan Pangan (BTP). BTP tersebut boleh digunakan asalkan
masuk dalam daftar BTP yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Bahan
Tambahan Pangan adalah bahan/campuran bahan yang secara alami bukan merupakan
bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Sesuai dengan PERMENKES No. 33 Tahun
2012 penggolangan BTP adalah sebagai berikut :
·
Antibuih
(Antifoamng agent)
·
Antikempal
(Anticacking agent)
·
Antioksidan
(Antioxidant)
·
Bahan
pengkarbonasi (Carbonating agent)
·
Garam
pengemulsi (Emulsifying salt)
·
Gas
untuk kemasan (Packaging gas)
·
Humektan
(Humectant)
·
Pelapis
(Glazing agent)
·
Pemanis
(Sweetener)
·
Pembawa
(Carrier)
·
Pembentuk
gel (Gelling agent)
·
Pembuih
(Foaming agent)
·
Pengatur
keasaman (Acidity regulator)
·
Pengawet
(Preservative)
·
Pengembang
(Raising agent)
·
Pengemulsi
(Emulsifier)
·
Pengental
(Thickener)
·
Pengeras
(Firming agent)
·
Penguat
rasa (Flavour enhancer)
·
Peningkat
volume (bulking agent)
·
Penstabil
(Stabilizer)
·
Peretensi
warna (Colour retention agent)
·
Perisa
(Flavouring)
·
Perlakuan
Tepung ( Flour treatment agent)
·
Pewarna
(Colour)
·
Propelan
(Propellant)
Sekuestran
(Sequestrant)
Dari 27
golongan tersebut beberapa golongan yang biasa menjadi perhatian masyarakat
akan kami sampaikan sebagaimana berikut :
Bahan Pewarna
(Colour Agent)
Penambahan bahan
pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu :
Memberikan
kesan menarik bagi konsumen
Menyeragamkan
warna makanan
Menstabilkan
warna
Menutupi
perubahan warna selama proses pengolahan
Mengatasi
perubahan warna selama penyimpanan
Bahan pewarna
makanan dibagi menjadi 2 jenis yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.
Pewarna alami
adalah pewarna yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi
(sintesis parsial) dari tanaman, hewan, mineral atau sumber alami lain termasuk
pewarna identik alami.
Contoh :
Kurkumin Cl.No.75300; Riboflavin; Karmin; Karmin Cl.No.75470; Klorofil
Cl.No.75810; Karamel; Beta-karoten Cl.No.75130; Antosianin; dan Titanium
sioksida Cl.No.77891.
Pewarna
sintetis adalah pewarna yang diperoleh/dibuat secara sintesis kimiawi
Contoh :
Tartrazin Cl. No. 19140; Kuning kuinolin Cl. No. 47005; Kuning FCF Cl. No.
15985 (sunset yellow FCF); Karmoisin Cl. No. 14720; Eritrosin Cl. No.
45430; Biru berlian FCF Cl. No. 42090; dan Hijau FCF Cl. No. 42053.
Bahan pewarna
yang telah disebutkan diatas adalah BTP yang diperbolehkan untuk digunakan pada
makanan, akan tetapi ada beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering
ditemukan pada pangan/jajanan, yang sebenarnya bukan BTP melainkan pewarna
tekstil yaitu Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, Auramin
berwarna kuning dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahaya ketiga perwarna ini
telah di buktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat
langsung setelah dikonsumsi melainkan jangka panjang.
Ciri-ciri
makanan yang menggunakan pewarna berbahaya/tekstil diantaranya adalah
distribusi warna tidak rata (pangan bentuk padat), berpendar jika terkena
cahaya langsung, dan biasanya warna sangat mencolok.
Pangan pada hakikatnya merupakan
kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan manusia dan yang paling hakiki
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada umumnya dalam mengolah pangan
diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara lain dengan penambahan
bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki
tekstur, kelezatan atau kenampakan.
Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah
diwujudkan oleh pemerintah dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun
1992 tentang kesehatan dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan. (Anggrahini, 2008)
Bahan
Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik)
pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan,
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi
sifat khas makanan tersebut (Viana, 2012).
Peraturan
Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab
I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan
yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan
atau produk makanan (Viana, 2012).
Menurut FAO
(1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam
makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan,
pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan
merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan tambahan pangan adalah
bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang dicampurkan secara
sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi
dan ada yang tidak. (Viana, 2012).
Pemakaian
bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan.
Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (Dirjen POM). (Viana, 2012).
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat
dibenarkan apabila :
Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang
tidak memenuhi persyaratan
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
Penggunaan
bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah
ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe),
zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis
lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu
ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/
melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia
telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan
ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen
Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MenKes/Per/X/1999.
Menurut
Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya pesyaratan bahan
tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi
2.
Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam
penggunaanya.
3.
Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu
sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.
4.
Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah
ditetapkan.
5.
Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud
penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan
teknis.
6. Sedapat mungkin
penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu dan kondisi
tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masih berfungi seperti yang
dikehendaki (Viana, 2012).
Tujuan penggunaan bahan tambahan
pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas
daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan.
Secara khusus tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah
untuk:
1. Mengawetkan
makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan
atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2.
Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3.
Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik
4.
Meningkatkan kualitas pangan.
5.
Menghemat biaya.
Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan,
pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut peraturan
Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna,
yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan nafthol yellow.
2. Pemanis
buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak
atau hamper tidak memiliki nilai gizi. Contohnya adalah Sakarin, Siklamat dan
Aspartam.
3. Pengawet
yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman
atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Contohnya: asam asetat, asam propionat dan asam benzoat.
4. Antioksidan
yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses oksidasi lemak sehingga
mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya adalah TBHQ (tertiary
butylhydroquinon).
5. Antikempal,
yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung atau
bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
6. Penyedap
rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).
7. Pengatur
keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan,
menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan. Contohnya agar, alginate,
lesitin dan gum.
8. Pemutih dan
pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan atau
pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya adalah asam
askorbat dan kalium bromat.
9. Pengemulsi,
pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan
memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.
10. Pengeras yaitu BTP yang dapat
memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat,
kalsium klorida dan kalsium glukonat.
11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat
mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan, sehingga memantapkan aroma, warna
dan tekstur. Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).
12. BTP lain yang termasuk bahan
tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan diatas. Contohnya antara lain:
enzim, penambah gizi dan humektan.
Di Indonesia, penggunaan BTP
telah diatur sejak tahun 1988 dalam Permenkes No. 722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan
dengan Permenkes No.1168/MenKes/Per/1999
menyebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan,
antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang
tepung, pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan
warna dan tekstur makanan).
(Puspasari, 2007)
A. BERDASARKAN CARA PENAMBAHAN
Pada umumnya
bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai
berikut:
1.
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh
pengawet, pewarna dan pengeras.
2.
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik
dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan
dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
B.
BERDASARKAN FUNGSI
Berdasarkan
fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun 1979, BTP dapat dikelompokan
menjadi 14 yaitu : Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar;
Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet;
Pengemulsi, pemantap dan pengental; Peneras; Pewarna sintetis dan alami;
Penyedap rasa da aroma, Sekuestran; dll. BTP dikelompokan berdasarkan tujuan
penggunaanya di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada
makanan dapat digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet;
Antioksidan; Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur
keasaman; Pemutih dan pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan pengental;
Pengeras, Sekuestran, Humektan, Enzim dan Penambah gizi.
1.
Pewarna
Pewarna
adalah bahan yang dapat memberikan atau memperbaiki warna pada makanan. Dengan
menggunakan pewarna, makanan bisa tampak lebih menarik danmenjadi lebih
bervariasi.
Penambahan
bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk membei kesan menarik bagi konsumen,
menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna
selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen
pangan yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan,
misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih
cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Alternatif lain
untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan
pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak
buah-buahan yang lebih aman. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan
dalam makanan diantaranya adalah : Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan
Kurkumin.
Secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua
jenis zat pewarna, yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis. Beberapa
pewarna alami yang ikut menyumbangkan nilai nutrisi ( karotenoid, riboflavin
dan kobalamin) merupakan bumbu (unir dan pabrika) atau pemberi rasa (karamel). Beberapa bahan pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan
diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, antosianin, flavonoid, thanin,
betalain, quinon dan santon serta karotenoid.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam bahan
pangan disebut sebagai Permittet Colour atau Certified Colour. Proses
sertifikasi meliputi pengujian kimia, biokimia, toxikologi dan analisis media
terhadap zat warna tersebut. Pemakaian bahan sintetis
dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi konsumen dan produsen
diantranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan
mengemabalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah
selama pengolahan juga mempunyai dampak negatif bila:
a. Dimakan dalam jumlah kecil namun
berulang
b. Dimakan dalam jangka waktu lama
c. Daya tahan tubuh yang berbeda-beda
d. Pemakaian secara berlebihan
e.
Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat
2.
Pemanis Buatan
Zat pemanis sintesi merupakan zat yang dapat menimbulkan
rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula
(winarno, 1997).
Tanaman penghasil pemanis utama adalah tebu (saccharum
officanarum L) dan bit (beta fulgaris L). Beberapa bahan pemanis yang sering
digunakan adalah
1.
Sukrosa
6. D-Fruktosa
2.
Laktosa
7. Sorbitol
3.
Maltosa
8. Manitol
4.
Galaktosa
9. Gliserol
5.
D-Glukosa
10. Glisina
Pemanis sintesis adalah bahan tambahan yang dapat
menyebabkan rasa manis terhadap bahan pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi.
Contohnya :
1.
Sakarin
4.
Dulsin
2.
Siklamat
5. Sorbitol sintesis
3.
Aspartam
6. Nitro-propoksi anilin
Tujuan penggunaan pemanis sintesis
Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus, karena
tidak menimbulkan kelebihan gula darah
Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita
kegemukan
Sebagai penyalut obat
Menghindari kerusakan gigi pada industri
Menekan biaya produksi
3.
Pengawet
Bahan
pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses
degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Penggunaan
pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan
pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak
efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang
berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga
berbeda. Zat pengawet dibedakan menjadi pengawet oganik dan anorganik.
a. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah
sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selain sebagai pengawet sulfit
dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida berfungsi
sebagai anti oksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.
Garam nitrat dan nitrit digunakan pada proses curing
daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba
seperti clostridum botulinum. Selain nitrit, ada juga bahan pengawet alami yang lain,
seperti :
Gula merah: Selain sebagai
pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti halnya gula tebu.
Garam: Garam merupakan
pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin dapat
bertahan hingga berbulan-bulan karena pengaruh garam.
Kunyit: Kunyit, selain
sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit,
tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
Kulit kayu manis: Di
beberapa tempat di belahan Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi
sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain itu, kayu manis
juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
Cengkih
: Cengkih merupakan pengawet alami yang
dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga
berfungsi sebagai penambah aroma.
b. Zat pengawet organik
Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet
adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoxida.
Benzoat: Benzoat banyak
ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai
jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai,
dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
Sulfit: Bahan ini biasa
dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang,
sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
Propil galat: Digunakan
dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan permen karet serta
untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan
sebagai antioksidan.
Garam nitrit: Garam nitrit
biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali
digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan
seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering.
Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya,
pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.
Asam asetat: Asam asetat
dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan rasa
masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini
sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai
sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat
mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara
lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
Propianat: Jenis bahan
pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan garam kalium
atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat
menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan
makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
Sorbat: Sorbat yang
terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.Sorbat sering
digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam
sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi
cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.
c. Tujuan penggunaan bahan
pengawet
Secara umum penambahan pengawet pada penambahan bahan
pangan bertujuan sebagai berikut :
Menghambat
mikroba pembusuk pada pangan, baik yang bersifat patogen maupun yang tidak
bersifat patogen
Memperpanjang
umur simpan pangan
Tidak
menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan
Tidak
untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
Tidak
digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan
Tidak
digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
4.
Antioksidan
Antioksidan
merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan pangan.
Penggunaan antioksidan yaitu pada lemak hewani, minyak nabati, produk lemak
tinggi, produk daging, produk ikan, dll. Antioksidan digunakan untuk mencegah
terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak, atau minyak
yang terdapat di dalam makanan.
Jenis antioksidan :
Asam askorbat
Asam eritrobat
Askorbil palmitat
Askorbil stearat
Butil hidroksianisol (BHA)
Butil hidroksitoluen
Dilauril tiodipropionat
Propilgalat
Timah 2 klorida
Alpatokoferol
5.
Antikempal
Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk dan tepung. Jenis
antikempal :
Garam stearat
Kalsium fosfat
Natrium ferosianida
Magnesium oksida
Garam-garam asam silikat
6.
Penyedap dan penguat rasa serta aroma
Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan pangan yang
dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma (menkes RI, 1988).
Tujuan penggunaan :
Merubah aroma hasil olahan
Modifikasi pelengkap atau penguat aroma
Menutupi atau menyembunyikan aroma yang tidak disukai
Membentuk aroma baru atau menetralisir bahan pangan
Jenis bahan penyedap
Penyedap alami
Penyedap
alami berasal dari bumbu, herba dan daun.
Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.
Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun
: sereh, daun pandan, daun salam, rosemari, oregano, tarragon
dan marjoran.
Minyak esensial dan turunannya
Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman
seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), biji (merica, ketumbar, adas),
buah (limau), dsb.
Oleoresin
Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat
volatil terhadap bumbu atau herba yang telah digiling
Isolat penyedap
Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi
komponen yang terdapat dalam bahan yaitu dengan memisahkan masing-masing zat
penyedap aroma, contohnya isolasi minyak esensial tanaman dengan cara
destilasi, kristalisasi dan ekstraksi.
Penyedap dari sari buah
Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai
komponen aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, pektin dan mineral.
Eksrak tanaman dan hewan
Contoh : ekstrak kopi, coklat,
vanili dan sebagainya
Penyedap sintesis
Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai
penguat aroma pada penyedap alami, contoh asetel dehida. Contoh
penyedap sintesis yang memberikan aroma etil butirat atau etil 3 hidroksi
butirat dapat memberikan aroma anggur. Sedangkan contoh bahan aromatik
kimia sebagai penyedap yaitu eter, asam, alkohol, keton, lakton, merkaptan,
dll.
7.
Pengatur keasaman
Pengatur keasaman merupakan senyawa kima yang bersifat
asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja
ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan.
Fungsi
pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam,
lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan
langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan
untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/
natrium sulfat, asam laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.
8.
Pemutih dan pamatang tepung
Pemutih dan
pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan
sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan,
misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih
dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan diantaranya adalah asam
askorbat, kalium bromat, natrium stearoil-2-laktat.
Pemutih dan pematang tepung
Asam
askorbat (vit C)
Aseton
peroksida
Azodikarbonamida
Kalsium
steroil 2 laktilat, natrium stearil fumarat dan natrium stroil 2 laktilat
L
sistein
Bahan pengeras
Aluminium
amonium sulfat
Aluminium
kalium sulfat
Kalsium
karbonat
Kalsium
klorida
Kalsium
sitrat
Kalsium
fosfat, dll
9.
Pengemulsi
Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi
kecepatan tegangan permukaan dan tegangan dua fase yang dalam keadaan normal
tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya dapat
membentuk emulsi.
Fungsi dari
pengemulsi, pemantap dan pengenatl dalam makanan adalah untuk memantapkan
emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak
terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak.
Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam
makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin, gelatine, gum, karagenan,
lesitin, CMC, dan pektin.
Nama Bahan Tambahan Pangan
|
Jenis Bahan Pangan
|
Agar
|
Es krim, yoghurt, keju olahan, sardin, kaldu
|
Amonium alginat
|
Es krim
|
Asam alginat
|
Sardin, keju
|
Asetil dipati adipat
|
Yoghurt, kaldu
|
Asetil dipati gliserol
|
Es krim, sardin, sayur kalengan, pangan bayi
|
Dekstrin
|
Es krim, yoghurt, keju, kaldu
|
Dikalsium fosfat
|
Keju, susu evaporasi, SKM, krim, susu bubuk
|
Dinatrium bifosfat
|
Keju
|
10.
Pengeras
Pengeras
ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau
mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan
untuk makanan diantaranya kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium
sulfat.
11.
Sekuestran
Sekuestran
adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan
warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan warna-warna makanan.
Beberapa bahan sekuestrans yang diizinkan untuk makanan di antaranya adalah
asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium edetat (EDTA), monokalium
fosfat, dan natrium pirofosfat.
12.
Enzim dan Penambah gizi.
Enzim yaitu
BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan
komponen pangan tertentu secara enzimatis, sehingga membuat makanan menjadi
lebih empuk, lebih larut dll. Penambahan gizi yaitu penambahan berupa asam
amino, mineral dan vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat
meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan yaitu BTP yang dapat menyerap uap air
sehingga mempertahankan kadar air bahan pangan.
BTP dapat
berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal dari
alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai
risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan
skala rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan tambahan yang dinyatakan
berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan
ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya
untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) menemukan banyak
produk-produk yang mengandung formalin. Formalin bersifat desinfektan, pembunuh
hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti
Rhodamin B sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan
yang mengandung formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam
tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal. Namun
pada kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan
additive terlarang pada makanan terutama makanan kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan menurut PerMenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1.
Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi
(brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5.
Kalium klorat (pottasium clorate)
6. Dietilpirokarbonat
(diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8.
P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin,
4-ethoxyphenyl urea)
9.
Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor
1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada tambahan kimia
yang dilarang seperti Rhodamin B (Pewarna merah, methanyl yellow (pewarna
kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat (pengeras).
Asam borat
atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak
dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa
berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal.
Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks
umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai
pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk
dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks
bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf
pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus,
otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun
dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem
saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare,
kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah,
kejang-kejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan
sistem sirkulasi darah.
Asam
salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan
anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi
jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti.
Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah
terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun,
penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur
Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada
produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam
salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia.
Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan.
Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan
pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
Pada sebuah
sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik
mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik.
Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman
bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi
dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi,
misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran
pencernaan.
Dietilpirokarbonat
(DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur kimia C6H10O5
adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-produk alami dan
digunakan sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun
minuman yang tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu,
bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan
lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang,
dapat memicu timbulnya kanker.
Dulsin adalah
pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari sukrosa atau
gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya.
Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik
total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin pada
hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya kanker.
Formalin
merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk
pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir
semua zat yang terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37
persen formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen
metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti
septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan
anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.
Kalium bromat
(potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung yang dapat
mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti maupun perusahaan
pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti dalam oven dan menciptakan
tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses penyelesaian akhir produknya.bila
digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan hilang selama pembakaran atau
pemanasan. Bila terlalu banyak digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak
dalam roti.
Kalium bromat
dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu
kanker. The Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah
lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan terkemuka di Amerika Serikat, mengajukan
permohonan kepada food and Drug Administration (FDA) untuk melarang penggunaan
kalium bromat. Di negara-negara Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat telah
dilarang mulai 1990 an.
Kalium klorat
(KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering dimasukkan dalam
obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia
sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena
senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan methemoglobinemia (kelainan dalam darah),
kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan.
Bila dimakan bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan
iritasi pada saluran pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.
No comments:
Post a Comment